“Sejatinya cinta hanya untuk
mereka yang percaya”
Cinta tak bertuan
Segalamu begitu
menakjubkan
Jarak tak
berjeda
Rindu tanpa
aksara
Sosok
itu masih saja menghantui di setiap ronde kehidupanku. Alif pradana. Pemuda
bersarung yang beberapa waktu lalu menghadiri kajian rutin bulanan di pondok
pesantren milik Eyang. Karisma Soleh nan bersahaja hanyut dalam dinamika jiwa.
Kehadirannya bagaikan fatamorgana di
tengah gurun.
Qurrota a’yyun.
Haramkah rindu ini, Ya Rabb. Lindungi
aku dari cinta fana kepada manusia.
Tidak seberapa paham virus jenis apa
yang ia sebarkan padaku hingga hidupku jadi kelimpungan seperti ini. Sosoknya
yang begitu agamis mampu membuat hamba Allah ini jatuh hati padanya. Ya Allah,
jatuh cintakan aku pada calon jodohku saja.
Namaku Alesha Burairah Binti Ilyas.
Dokter muda yang bekerja di sebuah Rumah sakit swasta di Jawa Tengah.
Terlepas dari cita-cita masa kecilku
menjadi guru , dokter adalah Pilihan kedua orangtuaku.
Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali
mengiyakan apa yang mereka titahkan.
Aku adalah putri semata wayang. Aku
sangat menyayangi Bapak & Ibu. Bahkan sekedar menolak dan bilang tidak
pun,aku tidak sampai hati.
“Ra, bulan depan kan long holiday,
rencana kamu mau kemana?”. Tanya Windi, Sahabatku.
“nikah”. Jawabku singkat.
“Hah ? serius ?”.tanya windi heran.
Menikah adalah salah satu impian setiap
orang. Terlebih dengan orang yang mempunyai visi serupa. Dua puluh tiga tahun
usiaku, dan selama itu pula aku tidak pernah terbersit untuk menjalin hubungan dengan
lawan jenis. Maksudku, aku sama sekali tidak tertarik dengan yang namanya
pacaran.
Di keluargaku, pacaran adalah hal tabu
yang pantang di lakukan oleh anak keturunan mereka.” “Pacaran itu gerbang
menuju perzinahan. Memang tidak semua pacaran berakhir dengan zina. Tapi hampir
semua zina berawal dari pacaran”. Ujar Bapak.
Bapak seorang lulusan pondok pesantren
terkemuka di wilayahnya. Ibuku adalah anak seorang Kyai tempat bapak menimba
ilmu dulu. Entah bagaimana ceritanya, Aku bisa berada di sebuah instansi
pendidikan yang melenceng jauh dari alur keluargaku. Setidaknya aku bersyukur,
terlahir dari sebuah keluarga dengan basic ilmu agama yang kuat.
“Nikah sama siapa ra’ ? hadeeeh. Wake up
Aira. karirmu kedepan gimana ? ayolah Aira sayang, nikmati dulu masa-masa muda
kita. Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuma jadi ibu rumah
tangga ?” celoteh windi.
Aku hanya tersenyum mendengar celotehan
sahabatku itu.
“Kita perempuan, sekolah tinggi bukan hanya
untuk jadi karyawan. Tapi untuk menjadi madrasah utama bagi anak-anak kita
kelak. Menikah itu ibadah. Kita masih bisa berkarir dan berkarya setelah
menikah. Tentunya atas ijin suami.”
“Terus kamu mau nikah sama siapa ? sama
pangeran bersarung yang kamu impi-impikan itu ? yang udah berhasil membuatmu
jatuh cinta pandangan pertama ? Impossible, Aira”
“Mengenai Pangeran bersarung itu, namanya
mas Alif. Dia jama’ah rutin masjid taklim di pesantren Eyangku. Aku hanya
sekali bertemu dengannya di tahun lalu. Entah kenapa,
tatapan pertama dan sekali itu membuat
aku yakin bahwa kita akan bertemu kembali dalam kondisi yang berbeda. Aku tahu
aku Cuma berkhayal. Tapi, dia yang selama ini aku bawa dalam doa. Aku belum
pernah merasakan suka terhadap manusia lain sehebat ini. Percaya gak ? Kalau
doa bisa merubah segalanya. Aku ingin dia yang jadi Imam ku kelak,win. “
“Astaghfirullah, Ra. Nyebut nyebut.
Ati-ati hloh, bisa jadi zina hati. Gini deh, kamu mau gak, aku kenalin sama
temenku. Dia ganteng, pinter, soleh, cocok lah sama tipe-tipe kayak kamu ? gimana
? ta’arufan dulu aja, ntar kalo gak sreg bisa retur kok. Hahaha ”
“Apaan sih, win. Pake retur segala,
emangnya barang dagangan. Hehehe “.
“Yah lagian kamu nglawak, mau main
nikah-nikah aja. Pacaran gak mau, Ta’arufan gak pernah. Eh, bulan depan nyeletuk
mau nikah”.
“Aku udah di jodohin sama orang tuaku,
Win. Namanya mas said. Cucu dari temennya Eyang. Hari minggu besok dia dan
keluarganya mau datang kerumah mau khitbah aku”.
“What ? beneran ? Terus kamu setuju?”
Aku mengangguk pelan.
“Emang udah pernah ketemu orangnya? “
Aku menggeleng.
“Ya Allah, ra’. Terus gimana kalo
ternyata dia itu gak baik, jelek, dan yang lebih parahnya udah berisitri. Kan
kamu gak tau itu to.”
“Aku percaya pilihan orang tuaku yang
terbaik”
“Aduh Ra. Please. Kamu tuh cerdas, pinter,
cantik, solehah, dokter muda, karir cemerlang, dan dengan gampangnya mengiyakan
gitu aja sama perjodohan itu ?. Open your mind, ra’. Ini bukan lagi jaman siti
nurbaya. Ya meskipun udah pasti calon pilihan orang tuamu itu yang terbaik,
tapi kamu juga berhak punya pilihan terbaik versi kamu.” Ujar Windi padaku.
Aku tidak pernah tahu seberapa rela dan
ikhlas menjalani titah orang tuaku di luar kehendakku untuk ke sekian kalinya.
Aku hanya ingin berbakti kepada keduanya. Seperti halnya mereka yang ingin
memberikan yang terbaik untukku. Aku percaya,pilihan orang tuaku adalah yang
terbaik selama aku bisa membaikan keadaan.
Dulu, Menjadi seorang Dokter bukanlah
cita-citaku. Tapi aku berhasil membawa sesuatu yang bukan keinginanku itu
menjadi kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarku.
Sekarang, untuk sebuah masa depan yang
begitu sakral, aku harus menjatuhkan pilihan itu di tangan orang yang tepat.
Bapak, ibu, Eyang, mereka adalah orang terbaik yang Allah kirimkan dalam
hidupku. Mereka tidak pernah menjamin kebahagian untukku. Tapi mereka selalu
menghadirkan kebahagiaan itu.
Tentang
sebuah rasa yang pernah ada, maaf karna tanpa permisi aku telah menghadirkanmu
dalam cerita hidupku. Bukan tanpa alasan engkau menjadi tokoh utama dalam
setiap alur dramaku. Tapi Skenario Tuhan berkendak lain. Ada tokoh lain yang
harus menggantikan posisimu. Dia adalah pilihan terbaik dari apa yang telah di
skenariokan oleh-Nya. Percayalah, Cinta sejati akan selalu ada selama kita
percaya. Percaya pada ketentuan-Nya. Percaya pada apa yang telah di
gariskan-Nya. Dan aku percaya itu.
Minggu sore, seluruh rombongan keluarga
Bpk. Abdul ayyub tiba di rumah. Keringat dingin bercampur panik mengucur deras
di tubuhku. Mas said, Laki-laki pilihan orang tuaku. sosok yang belum pernah ku
temui sebelumnya. Sosok yang luput dari bayangan seorang gadis sepertiku, Akan
menjadi Imam ku kelak. Menyempurnakan separuh agamaku. Lalu bagaimana dengan
cinta dalam diamku. Sosok yang selalu aku semogakan di setiap penghujung doaku.
Haruskan aku melupakannya begitu saja ?.
Aku keluar dari kamar menuju ruang tamu.
Di sana di penuhi sanak keluarga.
Aku duduk di sebelah Eyang, “sini nduk,
kenalkan ini keluarga pakde ayyub dan ini Said, calon suamimu”
Betapa terkejutnya aku ketika melihat
sosok mas said yang Eyang ceritakan adalah laki-laki yang pernah bertemu
denganku satu tahun silam di pesantren itu.
“Kamu sudah pernah bertemu dengannya, kan ? Alif Said Pradana Bin Abdul
Ayyub. Cucu Kyai Soleh yang pernah berkunjung ke pesantren ini satu tahun yang
lalu. Said ini baru saja menyelesaikan gelar masternya di Singapura.” Ujar
Eyang sambil tersenyum.
Ma sha Allah.
Aku tersipu malu mendengar nama itu.
Nama yang selalu akau aminkan. Dia yang selalu aku semogakan.
Mimpikah aku ?. Skenario-Mu begitu indah
Ya Rabb.
Bakti ku kepada orang tuaku,
mengantarkanku pada kebahagianku.
Cinta dalam diamku, kini akan menjadi
cinta sejatiku.
Dan aku, Percaya itu.