Saturday 12 March 2016

CUPCAKE CINTA

         Sepinggai hujan masih dengan syahdunya menari di atas bumi. Memercikan sejuta cerita tentang karunia Tuhan-Nya. Ada duka, bahagia, dan tawa menyelimuti segudang cerita hamba-Nya.
Adalah alasan mengapa ada cinta ketika hujan tiba. Ada doa yang mengucur deras agar di ijabah Oleh-Nya.
Malam ini begitu sunyi. Aku menyendiri. Sendiri dalam sangkar klasik nan minimalis. Menanti cinta pertamaku tiba di singgasananya. Dentuman petir seolah tak mau kalah mampir sejenak menyambangi semesta.
Beberapa saat setelahnya, suara motor tua ikut mengusik kemerduan sang hujan. Tanpa permisi membangunkanku di tengah lelapan tidurku. Aku membuka pintu. melihat sosok usang malaikat tercintaku.
"Ayah. kenapa gak berteduh dulu ? hujannya deras banget lhoh, Yah". Ujarku pada Ayah.
"Assalamu'alaikum". Ucap Ayah tersenyum sembari masuk ke dalam istana kami.
"Wa'alaikumsalam". Jawabku.
Ayah, sosok tunggal yang aku miliki saat ini. Dia pahlawanku, malaikatku di dunia.
Di rumah ini hanya ada aku dan Ayah. kami tinggal berdua di gubuk kecil yang sering kami sebut istana.
Ya, di istana inilah aku tumbuh. bermanja ria hanya dengan Ayah. Ibu sudah lama meninggal sejak dia melahirkanku. Murni hanya Ayah yang aku miliki di dunia ini.
Malam itu kulihat wajah lelah Ayah yang seharian mencari nafkah untuk kebutuhan kami. Sudah hampir 22 tahun ayah berjualan cupcake. Di sebuah toko mini yang ia bangun dengan jerih payahnya. Dengan di bantu dua orang karyawan, Ayah berhasil mengembangkan bisnisnya

---

Hari ini aku akan mengikuti interview di sebuah perusahaan terkemuka di kotaku. Seperti biasa, kemana pun aku pergi, Ayah dan motor tua nya itu selalu menyertaiku. Bahagia rasanya, ketika banyaknya gadis di luar sana berboncengan mesra dengan yang bukan mahramnya, sementara aku berboncengan manja dengan ayah tercinta.
Jam menunjukkan tepat pukul setengah tujuh pagi. Aku bergegas masuk ke dalam kantor. Ruang interview sudah penuh sesak dengan para pelamar kerja. Aku duduk menunggu antrian. Beberapa saat kemudian giliranku tiba. Aku masuk ke dalam ruangan. Keringat dingin tak henti-hentinya mengucur deras membasahi tubuhku. Namun aku tetap berusaha bersikap tenang. Wajar saja, ini adalah kali pertama aku melamar kerja di sebuah perusahaan besar.
Sesi interview berjalan lancar.lega rasanya telah melewati masa itu. Satu minggu lagi adalah penentuan di terima atau tidaknya aku untuk bekerja di kantor itu.
Setidaknya masih ada usaha terakhir yang bisa kau lakukan untuk meraih mimpiku tersebut, yaitu berdoa.
Jam menunjukkan pukul empat sore. Aku menunggu jemputan dari Ayah. Tidak biasanya Ayah terlambat datang menjemputku. Selama ini ayah selalu datang tepat waktu.
Bahkan ia lebih senang menungguku daripada aku yang menunggu Ayah datang. Tapi kali ini tidak. Sudah lebih dari satu jam aku menunggu Ayah.
Tiba-tiba terdengar suara klakson menyapaku. “Mas Karyo” Seruku.
Bukan Ayah yang menjemputku, tapi salah seorang karyawan Ayahku. “Dimana Ayah ?” tanyaku.
“Pak Wahyu ada di rumah sakit, mbak. Tadi mendadak pingsan di toko”. Ujarnya.
Aku terkejut mendengar berita itu. Kami berdua pun langsung bergegas menuju rumah sakit tempat Ayah di rawat.
Sesampainya di rumah sakit, aku melihat tubuh Ayah tergolek lemas di atas tempat tidur. Ayah tersenyum melihatku.
“Cantik, maafin Ayah ya, tadi ayah gak bisa jemput kamu. Kamu pasti lama ya nungguin Ayah datang. Gimana interviewnya ? Ayah yakin kamu pasti bisa”. Katanya.
Tak kuasa air mataku menetes di pipi. Akhir-akhir ini Ayah memang sering keluar masuk rumah sakit. Penyakit migrain akut yang menyerang Ayah sering membuat ayah mendadak pingsan.
            Sudah hari ketiga Ayah di rawat di rumah sakit. Aku selalu menemani Ayah setiap waktu. Namun sesekali, aku juga datang ke toko untuk menghandle pekerjaan Ayah. Sejak kecil aku memang sering datang ke toko. Ayah selalu mengajariku banyak hal tentang toko itu. Bahkan resep rahasia cupcake buatan ayah sudah mahir aku kuasai. Ya, cupcake ayah memang beda jika di banding dengan toko-toko lain.
            Hari ini Ayah sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Ayah memintaku untuk mengantarkannya ke toko. Namun aku menolaknya. Laki-laki itu. Tidak habis pikir aku dengannya. Semangat kerjanya begitu tinggi. Sampai-sampai ia lupa bahwa kesehatannya jauh lebih berharga dari segalanya.

---

Hari ini adalah pengumuman di terima atau tidaknya aku untukk bekerja dikantor itu. Bolak-balik aku mengecek telepon genggamku, namun belum juga ada panggilan masuk atau sekedar pesan pemberitahuan.
Hari sudah menjelang siang. Matahari bersolek dengan teriknya. Namun kabar bahagia itu belum juga menyapaku. Harap-harap cemas aku menanti berita itu. Berharap perjuanganku tak sampai memupuskan harapan Ayah. Dia penyemangatku. Dia alasanku untuk tetap berjuang. Ayah.
            Tiba-tiba hapeku berdering. Ada pesan singkat masuk. Aku bergegas membacanya. Ternyata pemberitahuan bahwa aku di terima kerja di perusahaan itu dan diminta untuk mengikuti final interview.
Betapa bahagianya aku saat itu. Impianku untuk bekerja di perusahaan besar akan tercapai.
Aku segera memberitahu Ayah tentang hal ini. Ayah juga ikut bahagia mendengarnya. Aku percaya tidak ada doa yang sia-sia. Tidak ada jerih payah yang tiada artinya. Percayalah, doa orang tua selalu menyertai setiap jengkal kesuksesan kita.
            Hari ini aku menghadiri interview final. Ayah begitu bersemangat mengantarku menuju kantor. Sebenarnya aku tidak mengizinkan Ayah untuk mengantarku. Toh aku bisa naik angkutan umum atau minta tolong karyawan Ayah untuk mengantarku. Namun Ayah menolaknya. “ Gak papa, Ayah Cuma pingin menjaga bidadari Ayah kemanapun ia pergi. Karna itu tanggungjawab Ayah”. Ujarnya.
            Aku masuk ke dalam sebuah ruangan. Bertatap muka dengan salah seorang manager di kantor itu. Beliau menjelaskan panjang lebar tentang tugas dan tanggungjawab pekerjaanku nantinya. Di penghujung percakapan, manager itu memberitahuku bahwa aku akan di tempatkan di luar pulau jawa. Salah satu kantor cabang milik perusahaan itu. Ia menyodorkanku selembar kertas dan memintaku untuk menandatangani kontrak kerja tersebut.
Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan ? tidakkah ini begitu membuat logika ku meruntuh ? Aku benar-benar menginginkan pekerjaan ini. Tapi bagaimana dengan Ayah ?. Aku harus benar-benar memutuskannya detik itu juga. Tidak ada waktu yang di berikan kepadaku untuk berpikir sejenak.
Aku memutuskan untuk tidak menerima tawaran itu, dengan konsekuensi aku gugur untuk bisa bergabung dengan perusahaan itu.  Ya, mungkin ini jalan terbaik untukku. Dengan alasan apapun,aku tidak akan sampai hati berpisah jauh dari Ayah. Berapapun besarnya materi,ia takkan bisa membeli kebahagian dengan orang yang kita cintai.
            Aku keluar dari kantor tersebut. Dengan langkah gontai namun penuh bakti. Aku melihat ayah dari seberang jalan. Menungguku dengan penuh tulus dan harap. Ia melemparkan senyum kepadaku. Aku menghampirinya. Spontan aku memeluk ayahku. Mencari sedikit kehangatan untuk melepas segala kepenatan. Ayah menciumku dan mengusap kepalaku. Inilah kebahagiaanku.
            Sesampainya di rumah, aku menceritakan semuanya pada Ayah. Ayah tersenyum dan memberikan nasihat hangat kepadaku. Bebanku seolah hilang.
Tidak mengapa aku kehilangan impian besarku. Justru pada kenyataannya impian terbesarku ada di hadapanku, yaitu selalu bersama Ayah.
            Hari-hariku aku habiskan bersama Ayah. Setiap hari aku dan ayah selalu berangkat ke toko cupcake bersama. Aku mulai belajar berbagai seluk-beluk tentang dunia cupcake dan pemasarannya. Belajar dari guru besarku, guru kehidupanku, ayahku.
Impianku kini bukan lagi tentang menjadi karyawan di perusahaan besar, namun impianku sekarang adalah bagaimana agar aku bisa membesarkan bisnis cupcake yang telah puluhan tahun menemani perjalananku dan Ayah. Hanya itu.
Bahagia pada dasarnya sederhana. Cintai apa telah kamu miliki, dan syukuri cinta yang telah Tuhan beri. Maka bersiaplah untuk menyambut bahagia.

No comments:

Post a Comment